Tugas Ekonomi Koperasi

1. SISA HASIL USAHA

A. Pengertian SHU
Sisa hasil usaha (SHU) adalah selisih dari seluruh pemasukan atau penerimaan total (total revenue [TR]) dengan biaya-biaya atau biaya total (total cost[TC]) dalam satu tahun buku.

Menurut UU No.25/1992, tentang perkoperasian, Bab IX, pasal 45 adalah sebagai berikut:
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
besarnya pemupukan modal dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Dengan mengacu pada pengertian diatas, maka besarnya SHU yang diterima oleh setiap anggota akan berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksi anggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Dalam pengertian ini juga dijelaskan bahwa ada hubungan linear antara transaksi usaha anggota dan koperasinya dalam perolehan SHU. Artinya, semakin besar transaksi (usaha dan modal) anggota dengan koperasinya, maka semakin besar SHU yang akan diterima. Hal ini berbeda dengan perusahaan swasta, dimana dividen yang diperoleh pemilik saham adalah proporsional, sesuai besarnya modal yang dimiliki. Hal ini merupakan salah satu pembeda koperasi dengan badan usaha lainnya.
B. Pembagian SHU dan Cara Memperolehnya
Penghitungan SHU bagian anggota dapat dilakukan apabila beberapa informasi dasar diketahui sebagai berikut:
1. SHU total koperasi pada satu tahun buku
SHU total koperasi adalah sisa hsil usaha yang terdapat pada neraca atau laporan laba rugi koperasi setelah pajak (profit after tax). Informasi ini dieroleh dari neraca ataupun laporan laba-rugi koperasi.
2. bagian (persentase) SHU anggota
3. total simpanan seluruh anggota
Partisipasi modal adalah kontribusi anggota dalam memberi modal koperasinya, yaitu dalam bentuk simpanan pokok, dimpana wajib, simpanan usaha, dan simpanan lainya. Data ini didapat dari buku simpanan anggota.
4. total seluruh transaksi usaha ( volume usaha atau omzet) yang bersumber dari anggota
Transaksi anggota adalah kegiatan ekonomi (jual-beli barang atau jasa), antara anggota terhadap koperasinya. Dalam hal ini posisi anggota adalah sebagai pemakai ataupun pelanggan koperasi. Informasi ini diperoleh dari pembukuan (buku penjualan dan pembelian) koperasi ataupun dari buku transaksi usaha anggota.
Omzet atau volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan atau jasa pada suatu periode waktu tertentu tahun buku yang bersangkutan.
5. jumlah simpanan per anggota
6. omzet atau volume usaha per anggota
7. bagian (persentase) SHU untuk simpanan anggota
Bagian (pesentase) SHU untuk simpanan anggota adalah SHU yang diambil dari SHU bagian anggota, yang ditujukan untuk jasa modal anggota.
8. bagian (persentase) SHU untuk transaksi usaha anggota.
Acuan dasar untuk membagi SHU adalah prisip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Untuk koperasi Indonesia, dasar hukumnya adalah pasal 5, ayat 1; UU no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa, ” pembagian SHU kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seorang dalam koperasi,m tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan”.
Dengan demikian, SHU koperasi yang diterima oleh anggota bersumber dari dua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:
1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.
2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.

Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut.
٠ Cadangan koperasi
٠ Jasa anggota
٠ Dana pengurus
٠ Dana karyawan
٠ Dana pendidikan
٠ Dana sosial
٠ Dana untuk pembanguna lingkungan.
Tentunya tidak semua komponen diatas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU nya. Hal ini sangat tergantung pada keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini didajikan salah satu pembagian SHU di salah satu koperasi (selanjutnya disebut koperasi A)
Menurut AD/ART koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut.
Cadangan : 40 %
Jasa anggota : 40 %
Dana pengurus : 5 %
Dana karyawan : 5 %
Dana pendidikan : 5 %
Dana sosial : 5 %
SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut:
SHU KOPERASI = Y+ X
Dimana:
SHU KOPERASI : Sisa Hasil Usaha per Anggota
Y : SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi
X: SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha

Dengan menggunakan model matematika, SHU KOPERASI per anggota dapat dihitung sebagai berikut.
SHU KOPERASI= Y+ X
Dengan
SHU KOPERASI AE = Ta/Tk(Y)
SHU KOPERASI MU = Sa/Sk(X)
Dimana.
SHU KOPERASI: Total Sisa Hasil Usaha per Anggota
SHU KOPERASI AE : SHU KOPERASI Aktivitas Ekonomi
SHU KOPERASI MU : SHU KOPERASI Anggota atas Modal Usaha
Y : Jasa Usaha Anggota
X: Jasa Modal Anggota
Ta: Total transaksi Anggota)
Tk : Total transaksi Koperasi
Sa : Jumlah Simpanan Anggota
Sk : Simpanan anggota total (Modal sendiri total)

Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART koperasi A adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menetapkan bahwa SHU bagian anggota tersebut dibagi secara proporsional menurut jasa modal dan usaha, dengan pembagian Jasa Usaha Anggota sebesar 70%, dan Jasa Modal Anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu:

Pertama, langsung dihitung dari total SHU koperasi, sehingga:
JUA = 70% x 40% total SHU Koperasi setelah pajak
= 28% dari total SHU Koperasi
JMA = 30% x 40% total SHU koperasi setelah pajak
= 12% dari total SHU koperasi

Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian dibagi sesuai dengan persentase yang ditetapkan.

Dalam pembagan SHU kepada Anggota Ada beberapa prinsip pembagian SHU yang harus diperhatian diantaranya:
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota
Pada hakekatnya SHU yang dibagi kepada anggota adalah yang bersumber dari anggota sendiri. Sedangkan SHU yang bukan berasal dari hasil transaksi dengan anggota pada dasarnya tidak dibagi kepada anggota, melainkan dijadikan sebagai cadangan koperasi.
2. SHU anggota adalah jasa dari anggota dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
SHU yangditerima setiap anggota pada dasarnya merupakan insentif dari modal yang diinventasikan dan dari hasil taransaksi usaha yang dibagi kepada anggota. Dari SHU bagian anggota harus ditetapkan berapa persentase untuk jasa modal, misalkan 30 % dan sisanya sebesar 70% berarti untuk jasa transaksi usaha.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan
Proses perhitungan SHU per anggota dan jumblah SHU yang dibagi kepada anggota harus diumumkan secara transparan, sehingga setiap anggota dapat dengan mudah menghitung secara kuantitatif berapa partisipasinya kepada koperasi.
4. SHU anggota dibayar secara tunai
SHU per anggota haruslah diberikan secara tunai, karena dengan demikian koperasi membuktikan dirinya sebagai badan usaha yang sehat kepada anggota dan masyarakat mitra bisnisnya


2. POLA MANAJEMEN KOPERASI

- Pengertian Manajemen dan Perangkat Organisasi
- Rapat Anggota
- Pengurus
- Pengawas
- Manajer
- Partisipasi Anggota
- Pendekatan Sistem pada Koperasi

3. JENIS DAN BENTUK KOPERASI

PENJENISAN KOPERASI

Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk pengelompokan koperasi. Untuk memisah –misahkan koperasi yang serba heterogen itu satu sama lainnya. Indonesia dalam sejarahnya menggunakan berbagai dasar atau criteria seperti: lapangan usaha,tempat tinggal para anggota,golongan dan fungsi ekonominya. Pemisahan-pemisahan yang menggunakan berbagi criteria tersebut selanjutnya disebut dengan penjenisan.

Penjelasan Penjenisann Koperasi:

1. Dasar penjenisan adlah kebutuha dari dan untuk maksud efisiensi karena kesamaan aktivitas atau keperluan ekonominya

2. Koperasi mendasarkan perkembang pada potensi ekonomi daerah kerjannya.

3. Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis koperasi yang mana yang diperlukan bagi setiap bidang. Penjenisan koperasi seharusnya diadakan berdasarkan kebutujan dan mengingat akan tujuan efisiensi.

Bermacam-macam jeniis Koperasi baik tingkat primer maupun tingkat sekunder mulai bermunculan pada era 1970-an,seperti:

1. Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN)

2. Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK)

3. Koperasi Asuransi Indonesia (KAI)

4. Koperasi Unit Desa (KUD)

5. Koperasi Jasa Audit

6. Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI)

7. Koperasi Distribusi Indonesia (KDI)

BENTUK KOPERASI

Koperasi menurut UU No.25 tahun 1992 pasal 15 “Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.”

Bentuk Koperasi menurut PP No.60 tahun 1959:

Dalam PP No.60 tahun 1959 (pasal 13 bab IV) dikatakan bahwa bentuk kopeasi ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan,penggabungan dan perindukannya.

Dari ketentuan tersebut,maka didapat 4 bentuk koperasi,yaitu:

a. Primer

b. Pusat

c. Gabungan

d. Induk

Keberadaan dari koperasi-koperasi tersebut dujelaskan dalam pasal 18 dari PP 60/59,yang mengatakan bahwa:

a. Ditiap-tiap desa ditumbuhkan Koperasi Desa

b. Ditiap-tiap daerah Tingkat II ditumbuhkan Pusat Koperasi

c. Ditiap-tiap daerah Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi

d. Di IbuKota ditumbuhkan Induk koperasi

Bentuk koperasi menurut UU No.12 tahun 1967:

Undang-undang No.12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok perkoperasian masih mengaitkan bentuk-bentuk koperasi iyu dengan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 16) tetapi tidak secara ekspresif mwngatakan bahwa kooperasi pusat harus berada di IbuKota Kabupaten dan Koperasi Gabungan harus berada ditingkat Propinsi.

Pasal 16 butir (1) Undang0undang No.12/1967 hanya mengatakan: daerah kerja koperasi Indonesia pada dasarnya.didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.

Koperasi Primer

Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. Koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang.

Yang termasuk dalam koperasi primer adalah:

a. Koperasi Karyawan
b. Koperasi Pegawai Negeri
c. KUD

4. PERMODALAN KOPERASI

ARTI MODAL BAGI KOPERASI
Modal merupakan sejumlah dana yang akan digunakan untuk melaksanakan usaha – usaha Koperasi.
Modal jangka panjang
Modal jangka pendek
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan azas-azas Koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan administrasi.

SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU NO. 12/1967)
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada Koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota Koperasi tersebut dan jumlahnya sama untuk semua anggota
Simpanan Wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota yang membayarnya kepada Koperasi pada waktu-waktu tertentu.
Simpanan Sukarela adalah simpanan anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian-perjanjian atau peraturan –peraturan khusus.

B. SUMBER-SUMBER MODAL KOPERASI (UU No. 25/1992)
Modal sendiri (equity capital) , bersumber dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan, dan donasi/hibah.
Modal pinjaman ( debt capital), bersumber dari anggota, koperasi lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, serta sumber lain yang sah.

DISTRIBUSI CADANGAN KOPERASI
Pengertian dana cadangan menurut UU No. 25/1992, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Sesuai Anggaran Dasar yang menunjuk pada UU No. 12/1967 menentukan bahwa 25 % dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan , sedangkan SHU yang berasal bukan dari usaha anggota sebesar 60 % disisihkan untuk Cadangan.

Distribusi CADANGAN Koperasi antara lain dipergunakan untuk:
Memenuhi kewajiban tertentu
Meningkatkan jumlah operating capital koperasi
Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari
Perluasan usaha

5. PROGRAM YANG TELAH DILAKSANAKAN PEMERINTAH

Menko Kesra Meluncurkan Program Raskin 2010
Raskin

KESRA—6 JANUARI: Menko Kesra Agung Laksono di Bandung, Rabu (6/1) meluncurkan Program Raskin Tahun 2010 yang menandai dimulainya penyaluran raskin kepada penerima manfaat di seluruh Indonesia.

Acara ini juga sekaligus dikaitkan dengan Sosialisasi Program Raskin 2010 untuk delapan wilayah melanjutkan sosialisasi yang telah dilaksanakan di Propinsi Jawa Tengah dan DIY pada 29 Desember 2009. Ke-8 wilayah tersebut Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Peluncuran ini dilakukan karena harga beras di pasaran sudah mulai naik sejak Oktober 2009, sehingga penyaluran raskin pada awal Januari ini akan menolong mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin dan diharapkan dapat menahan laju kenaikan harga beras.

Menko Kesra menyampaikan apresiasi kepada seluruh pelaksana penyaluran raskin dari mulai tim koordinasi raskin tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta satgas raskin di lapangan yang telah merealisasikan penyaluran secara nasional mencapai 97,75 % walaupun penyaluran mulai dilaksanakan pada akhir Pebruari 2009 karena terlambatnya penetapan pagu raskin.

Hal ini mengindikasikan tingginya komitmen pemerintah daerah bahwa program Raskin merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerinah daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan.

Pagu raskin provinsi telah ditetapkan pada awal Desember 2009 beserta Pedoman Umum pelaksanaannya, diharapkan setiap provinsi telah menetapkan pagu kabupaten dan kota di wilayahnya, sehingga raskin dapat segera disalurkan mulai Januari secara serentak di seluruh Indonesia.

Penerima manfaat raskin pada tahun 2010 telah ditetapkan sebanyak 17,5 juta RTS sesuai hasil pendataan BPS tahun 2008, dimana sebanyak 9,8 juta atau 56 % berada di enam propinsi di Pulau Jawa.

Setiap bulan di ke-enam wilayah tersebut akan disalurkan raskin paling tidak sebanyak 130 ribu ton sehingga raskin tidak saja berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan pangan pada tingkat keluarga tetapi juga akan berpengaruh positif terhadap stabilitas harga beras di pasar.

Hasil kajian Kementerian Koordinator Kesra bersama perguruan tinggi pada 2009 menunjukan rata-rata kebutuhan beras bagi RTS sebesar 33 – 34 kg setiap bulan, sehingga raskin memberikan kontribusi positif sebesar 45 % terhadap kebutuhan beras RTS.

Kajian tersebut dilaksanakan pada saat pagu raskin sebesar 15 kg per RTS per bulan. Program raskin untuk tahun 2010 telah mendapat persetujuan DPR sebanyak 156 kg per RTS atau setara dengan 13 kg per RTS per bulan selama 12 bulan.

”Dalam hal ini saya mengusulkan adanya tambahan pagu raskin dan Bapak Presiden telah menyetujui perlunya penambahan subsidi raskin melalui APBN-P tahun 2010 sehingga raskin tetap 15 kg per RTS per bulan selama 12 bulan seperti telah dilaksanakan pada 2009,” katanya.

Sasaran penerima manfaat raskin pada tahun 2010 turun menjadi 17,5 juta RTS karena berkurangnya jumlah penduduk sangat miskin – miskin – dan hampir miskin dari 19,1 juta pada tahun 2005.

Hal ini merupakan dampak positif dari berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah. Penurunan jumlah penduduk miskin merupakan indikator keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Pendekatan penurunan jumlah penduduk miskin tidak hanya dengan berbagai program penanggulangan kemiskinan tetapi juga perlu didukung dengan program pengendalian jumlah penduduk melalui keluarga berencana.

Program raskin serta program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang dilaksanakan merupakan bagian dari upaya pencapaian MDG’s. Oleh karenanya keberhasilan program penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab kita bersama, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Anggaran subsidi raskin sebesar Rp 12,9 triliun pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 dianggarkan sebesar Rp 11,4 trilliun yang bisa menjadi Rp 13,1 trilliun dengan penambahan melalui APBN-P.

Untuk propinsi Jawa Barat subsidi pemerintah pusat melalui program raskin tahun 2010 mencapai Rp 1,85 trilliun, ini belum termasuk pembahan pagu dari 13 kg menjadi 15 kg.

Dengan demikian kami mengharapkan pemerintah daerah untuk mendukung kelancaran program Raskin misalnya membantu biaya penyaluran dari titik distribusi kepada penerima manfaat sehingga tidak ada lagi tambahan harga tebus raskin dari yang sudah ditetapkan.

Selain membantu biaya distribusi, Pemerintah Daerah dapat pula menambah jumlah penerima manfaat raskin ataupun menambah jumlah pagu raskin melalui penyediaan anggaran dalam APBD seperti telah dilaksanakan di beberapa daerah.

Program Raskin tidak hanya membantu ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga tetapi juga pada tingkat nasional dengan pembelian gabah dan beras yang dihasilkan oleh para petani.

Melalui pengadaan beras untuk raskin ini kita harapkan dapat memacu produksi beras dalam negeri, sehingga swasembada beras tetap dapat dipertahankan.

”Selain menjamin penyerapan beras dan harga pembelian dari petani, saya meminta Perum Bulog untuk menjamin kualitas raskin yang akan disalurkan kepada penerima manfaat. Untuk itu saya minta petugas penerima raskin di titik distribusi untuk memeriksa terlebih dulu beras yang dikirim dari gudang Bulog, dan apabila kualitasnya jelek minta segera ditukar dengan kualitas beras yang layak,” tambahnya.

Program Raskin adalah program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat serta melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat propinsi dan kabupaten/kota, aparat desa atau kelurahan, lembaga musyawarah desa, LSM serta tokoh masyarakat.

Sangatlah wajar bila dalam pelaksanaannya akan banyak mengundang berbagai kritik dan sorotan yang tajam yang tidak perlu menyurutkan tekad kita untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat miskin.

Program Raskin telah dilaksanakan selama 12 tahun, yang dimulai sejak tahun 1998. Program ini dilaksanakan secara lintas sektoral dan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat. Perum Bulog bertugas melakukan penyediaan dan penyaluran Raskin sampai di titik distribusi

Sasaran raskin adalah keluarga sangat miskin – miskin – dan hampir miskin berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. Pemerintah Daerah melaksanakan pengelolaan dan pengawasan penyaluran, pengangkutan raskin dari titik distribusi sampai ke titik bagi dan penyaluran sampai penerima manfaat melalui koordinasi oleh Tim Koordinasi Raskin Provinsi dan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten atau Kota.

Sementara itu Dirut Bulog Soetarto Alimusso menyebutkan, Perum Bulog siap menyalurkan Raskin 2010 dari gudang-gudang Bulog di Daerah.

Ia menyebutkan, realisasi penyaluran Raskin 2009 mencapai 97,75 persen. Program Raskin merupakan tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan.

0 Response to "Tugas Ekonomi Koperasi"

Posting Komentar